Tuesday, November 25, 2014

Duh!

Hari ini ga produktif banget.

Bangun jam 6

Bukannya sate malah bobo lagi sampe jam 10.

Bukannya mandi trs makan, 
malahan delivery dari kedai makan yang cuman jarak 2 rumah.
Kena ongkir 2ribu pula.

Bukannya ngerjain tugas,
malahan nonton Youtube ampe mabok.

Bukannya nulis yang bener di blog,
malahan curhat di mari.

Duh!

Tuesday, November 18, 2014

KENAIKAN HARGA BBM: SEBUAH PILIHAN SULIT

Tulisan ini tidak akan banyak berfokus pada angka dan data soal APBN, subsidi yang salah sasaran dan angka-angka statistik lain yang membosankan dan bisa dengan mudah anda googling. Tulisan ini akan lebih fokus untuk memberi gambaran pada pembaca yang saya harap rakyat Indonesia yang sedang harap-harap cemas dengan kenaikan BBM. Bagaimana kita harus mengerti kondisi ini dan bagaimana kita bersikap.
Sebelumya mari kita terbang sejenak ke AS untuk mengutip pandangan seorang political activist/comedian Bill Maher, yang bila saya terjemahkan, “Hey, kenapa kau mengeluh harga bensin naik? Tahukah kalian, untuk mendapatkan minyak, negara kita harus berperang dan membunuh orang lain.” Sebuah sarkasme yang kemudian dilanjutkan dengan sarkasme lain pada pemerintahan saat itu, di bawah kepemimpinan W. Bush, “Dear President Bush, lain kali kalau anda bilang kita berperang untuk minyak, pastikan kita bawa pulang minyaknya.”
Dua kalimat terdengar mengolok-olok dan hanya bercanda. Tapi itulah yang terjadi, minyak memicu konflik di beberapa kawasan dunia dan khusus di AS kemudian rakyat sudah mulai bertanya-tanya apa tujuan mereka berperang, kalau memang minyak, kenapa harganya terus naik?
Minyak atau bahan bakar fossil memang masih komoditas utama penghasil energi saat ini. Dan dengan perkembangan industri, pertambahan jumlah kendaraan bermotor, dan peralatan lain yang membutuhkan energi, permintaannya kian naik. Selain itu dia bukan sumber daya yang dapat diperbaharui. Permintaan naik, persediaan berkurang, hukum ekonomi akan berlaku, harga naik. Sejalan waktu harga minyak dunia selalu naik, terkadang turun memang, tapi secara keseluruhan dalam rentang waktu saat sumber energi ini mulai eksploitasi, kecenderungannya naik.
Lho, kita kita kan negara produsen, kalau harga naik, bagus dong. Kita kan anggota OPEC. Nah ini seperti pendukung Liverpool yang bilang, kita kan juara. Jawabannya itu dulu, sekarang tidak lagi. Produksi minyak kita defisit terhadap kebutuhan dalam negeri. Produksinya terus menurun dan bila tidak ada sumber baru maka cadangan minyak kita akan habis dalam kurun waktu 12 tahun. Menjomblo 12 tahun itu lama, tapi percayalah menunggu 12 tahun untuk habisnya cadangan minyak kita, itu waktu yang singkat.
Sebuah fenomena menarik, ada beberapa perusahaan leasing yang memberikan tenor kredit mobil hingga 10 tahun, luar biasa. Melihat fakta bahwa cadangan minyak kita tinggal 12 tahun, maka pemilik mobil ini, punya kesempatan 2 tahun menikmati mobilnya setelah lunas. Setelah itu mungkin dia tidak mampu beli bensin, karena Indonesia akan menjadi negara pengimpor BBM murni. Jadi pikir-pikir deh yang mau kredit mobil. Haha.
Pemerintah selama ini memberikan subsidi sehingga rakyat Indonesia bisa menikmati harga yang lebih murah dari harga minyak dunia. Beban itu dirasa kian berat dan jumlah subsidi BBM di atas subsidi kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa BBM bersubsidi ini malah 77% dinikmati 25% orang-orang berpenghasilan tertinggi.
Singkatnya, beban tinggi, dan salah sasaran.
Mengurangi subsidi BBM dan mengarahkannya ke sektor lain menjadi sebuah pilihan yang harus diambil dan diakui sulit. Buah simalakama. Sama-sama tidak enak.
Lalu ada suara lain. Bagaimana kita tahu subsidi BBM ini belum tepat sasaran. BBM adalah salah satu komponen pembentuk harga kebutuhan pokok. Biaya produksi dan distribusi dipengaruhi harga BBM. Kalau harga BBM naik, otomatis harga kebutuhan pokok naik. Masih untung kalau begitu, kadang-kadang baru ada isu BBM mau naik, harga kebutuhan pokok bisa naik duluan. Oleh karena itu, kalau memang harus naik, lebih baik jangan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Nanti jadi seperti legenda bulutangkis kita, ragu-ragu Icuk.
Artinya ini pilihan sulit. Secara jangka panjang memang kita harus mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, melakukan konversi energi ke gas di jangka menengah, mencari alternatif energi lain, membangun infrastruktur transportasi massal, dll. Banyak pakar yang kita miliki terkait ini. Tapi dalam jangka pendek ini apa? Ya, saya kira mengalihkan alokasi dana subsidi ke sektor yang tepat seperti kesehatan dan pendidikan adalah pilihan. Pilihan yang harus diambil, dan kalau memang sudah diwacanakan jangan berlarut-larut.
Ini bukan kebijakan populis bagi sebuah pemerintahan yang baru sekitar satu bulan bekerja. Saya menempatkan diri sebagai rakyat, juga tidak senang. Tapi saya, tanpa mencoba mewakili rakyat yang lain, mencoba mengerti kondisinya, dan memberi kesempatan pada pemerintahan yang baru ini kalau memang mau mengatur distribusi subsidi.
Maka koalisi di parlemen, pemerintah, ormas, dan semua elemen, kita punya musuh yang lebih nyata: krisis energi. Tanpa bertengkar satu sama lain pun kita sedang menghadapi kesulitan yang nyata. Ya kalau mau ‘disambi’ berantem, berarti memang kita kelebihan energi, haha.
Hal sederhana yang kemudian dikeluhkan rakyat adalah, rakyat memang terbiasa susah, tapi ya sangat tidak adil adalah kalau kemudian lapisan terbawah masyarakat yang kemudian paling menderita akibat kenaikan BBM bersubsidi. Sementara mafia migas merajalela, oknum alat negara terlibat pula. Tidak ada rasa kebersamaan, susah-senang sebagai bangsa dijalani bersama. Oke, kalau memang menaikkan harga BBM bersubsidi ini pilihan yang harus diambil, lakukan jangan ragu. Tapi jangan ragu juga untuk: berantas mafia migas!!!
Bahkan intinya, berantas semua mafia. Pertahankan satu mafia saja, mafia asal Jogja. Mafia Pathuk! #kepleset

_____
Menjawab polemik kenaikan harga BBM, so I decided to re-blogged Sam's post.